Review Buku : Loving the Wounded Soul

Review Buku : Loving the Wounded Soul – Berawal dari seorang kakak SDC (Student Development Center) menghubungi saya untuk menjadi moderator salah satu webinar mereka. Temanya tentang kesehatan mental, dengan judul “Its Okay Not to Be Okay”.

Review Buku : Loving the Wounded Soul

publishingcentral – Karena temanya menarik dan sesuai bidang pendidikan saya, saya menerima tawaran tersebut dan segera mengecek siapa pembicaranya. Jujur saja saat itu saya belum tahu detail latar belakang dan pengalaman pembicaranya. Pembicaranya adalah Regisda Machdy Fuadhy, S.Psi, M.Sc, seorang dengan latar belakang pendidikan psikologi dan mengambil M.Sc di bidang global mental heath di University of Glasgow, UK. Wah keren sekali, pikir saya.

Mengutip binus, Didalami lagi beliau juga merupakan survivor depresi. Saya semakin tertarik. Begitu saya ketik namanya di Google, keluarlah hasil telusuran bahwa ia salah satu pendiri pijarpsikologi.org, salah satu media psikologi dan kesehatan mental serta penulis buku “Loving the Wounded soul : Alasan dan Tujuan Depresi Hadir di Hidup Manusia”.

Baca juga : Review Buku: Sociophilia

Belakangan saya baru tahu bahwa buku ini masuk list top 10 nonfiction buku-buku terbitan Gramedia selama 3 bulan dan National Best Seller pada bulan 2020.

Aku juga lekas membeli bukunya( pasti saja melalui online sebab lagi WFH serta#stayathome). Untuk aku covernya amat“ catchy”, menarik serta membuat mau lekas membacanya. Kerangka putih dengan coretan wajah- wajah orang bercorak warni membagikan opini yang jelas serta clean, jauh dari opini kalau buku hal tekanan mental hingga rupanya hendak motif hitam ataupun gelap. Pengarang membuat buku ini dengan tujuan buat menolong para pembaca yang bisa jadi pula hadapi tekanan mental, sekalian buat mengantarkan awareness kalau isu- isu kesehatan psikologis merupakan rumor yang wajib kita hadapi bersama.

Pengarang yang mempunyai kerangka balik ilmu jiwa berupaya mengupas tekanan mental dari ujung penglihatan teoritis serta perorangan. Menariknya dalam menarangkan tekanan mental dengan cara teoritis, pengarang menorehkan dalam bahasa yang mendarat serta gampang dimengerti oleh seluruh golongan. Uraian yang diserahkan membuat aku flashback pada buku- buku kuliah ilmu jiwa dahulu tetapi kurang njelimetnya. Istilah- istilah kedokteran serta intelektual dipakai dalam uraian oleh pengarang tetapi untuk yang tidak sering di dengar dengan istilah- istilah itu tidak butuh bimbang sebab pengarang telah meletakkan Catatan Sebutan di dini buku.

Dari bagian teoritis, pengarang berupaya menarangkan“ apa sih tekanan mental itu?”. Tekanan mental sampai dikala ini lebih banyak dimengerti selaku sesuatu situasi mood minus belaka. Sementara itu tekanan mental jauh lebih lingkungan dari hanya rasa pilu ataupun tekanan pikiran. Pengarang menarangkan pada pengidap tekanan mental sedemikian itu banyak pandangan yang pengaruhi dirinya. Kita pasti telah menduga kalau terdapat aspek intelektual, tetapi nyatanya banyak pandangan yang lain yang silih berhubungan ialah pandangan biolologis( gen, bentuk otak, serta lain- lain), sosial( adat, cuaca, santapan), serta kebatinan( arti serta tujuan hidup, kepercayaan, cinta kasih).

Tiap- tiap pandangan ini diulas dengan mendalam dengan nyata alhasil pembaca menguasai alangkah kompleksnya cara yang terjalin pada seseorang dengan tekanan mental. Tidak cuma itu pengarang berarti menyadarkan para pembaca kalau tekanan mental itu merupakan penyakit betulan, begitu juga penyakit raga yang lain. Dengan terdapatnya uraian ini diharapkan tekanan mental tidak lagi diiringi dengan stigma minus semacam orang dengan tekanan mental dikira selaku seorang dengan psikologis yang lemas ataupun cuma cari atensi.

Tidak hanya diulas dari bagian teoritis, tiap- tiap pandangan pula diiringi penuturan pengarang hal pengalamannya ataupun contoh- contoh permasalahan yang lain. Perihal ini membuat bawah teoritis yang digunakan jadi gampang dimengerti serta bisa kita relate. Aku percaya kala pembaca membaca buku ini hendak banyak( ataupun paling tidak sebagian kali) merasa sepenanggungan dengan pengarang ataupun sempat hadapi perihal yang seragam. Tetapi janganlah kuatir buku ini hendak membuat kamu feeling blue, pengalaman pengarang buat bangun serta menciptakan dirinya pula jadi dorongan yang luar lazim buat kita.

Untuk sahabat pembaca yang belum“ tahu” tekanan mental ataupun sahabat yang asian belum sempat merasakan marah minus berlebihan yang lain, pengalaman pengarang sepanjang hadapi tekanan mental bisa jadi kacamata kamu buat mendalami gimana tekanan mental itu dialami oleh pengidapnya.

Gimana hitam serta menjeratnya pemikiran- pemikiran yang timbul pada seorang dampak tekanan mental. Worthless, hopeless, serta helpless merupakan perkata yang diseleksi pengarang buat melukiskan situasi yang dialami pengidap tekanan mental.

Untuk aku sendiri yang telah sempat menekuni hal tekanan mental, buku ini senantiasa tidak menjenuhkan serta amat mengasyikkan buat dibaca. Pengalaman pengarang memperkaya ilmu aku serta membuka suatu ujung penglihatan lain yang terasa dekat serta perorangan. buku ini berdamai batin tidak cuma menarangkan tekanan mental dari dengan cara menyeluruh tetapi pula mengarahkan kita buat berempati serta membantu sahabat yang tengah hadapi tekanan mental. Oleh sebab itu buku ini bagus buat seluruh golongan, bagus yang lagi hadapi tekanan mental, mau menekuni mengenai tekanan mental, ataupun pembaca biasa yang mempunyai awareness hendak kesehatan psikologis.

Baca juga : Review Buku Dear Memory Victoria Chang’s

Buat sahabat yang tengah hadapi tekanan mental ataupun atmosfer batin serta marah yang minus janganlah ragu buat mencari tempat menceritakan. Carilah keluarga ataupun sahabat yang bisa diharapkan buat memberi. Janganlah kurang ingat pula buat bimbingan diri kamu( self- educated) dengan membaca serta mencari ketahui dari sumber- sumber yang andal, tetapi janganlah self- diagnosed betul!

Jika kamu mempunyai banyak persoalan ataupun merasa kewalahan dengan atmosfer batin serta marah kamu, janganlah ragu buat cari dorongan handal semacam psikolog serta psikiater. Sebab begitu juga kepala karangan dari aktivitas SDC yang aku sebutkan di dini: Its okay to be not okay!

BACK TO TOP